Buku ini hadir sebagai refleksi kritis terhadap wajah pendidikan Indonesia yang kerap menunjukkan sisi ganjil atau anomali. Pendidikan, yang semestinya menjadi jalan menuju keadilan sosial, justru seringkali terjebak dalam lingkaran kepentingan politik, birokrasi, dan ekonomi. Bab awal buku ini mengajak pembaca memahami anomali dalam perspektif teori kritis, terutama gagasan Paulo Freire, Pierre Bourdieu, dan Ivan Illich, yang menyingkap bagaimana sistem pendidikan berfungsi sebagai alat reproduksi sosial dan politik.
Selanjutnya, pembahasan diarahkan pada anomali nyata di lapangan: kurikulum yang tidak selaras dengan kebutuhan kehidupan, standar nasional yang kaku, komersialisasi lembaga pendidikan, serta munculnya sekolah favorit yang melanggengkan diskriminasi. Tak hanya itu, budaya ujian, sertifikasi guru yang tidak menjamin profesionalisme, hingga kampus "ruko" memperlihatkan betapa pendidikan sering lebih menekankan formalitas daripada makna substantif.
Dampaknya terlihat jelas pada generasi muda: menururinya motivasi belajar, meningkatnya pengangguran terdidik, hilangnya daya kritis, serta munculnya krisis identitas. Namun, buku ini tidak berhenti pada kritik. Di bagian akhir, ditawarkan rekomendasi strategis, mulai dari menata kembali falsafah pendidikan nasional, desentralisasi yang kontekstual, reformulasi kurikulum berbasis kompetensi riil, hingga penciptaan ekosistem pembelajaran yang inklusif, adaptif, dan demokratis.
|
Penulis |
: |
Martin Kustati dan Ristapawa Indra |
|
ISBN |
: |
|
|
Terbit |
: |
Agustus 2025 |
|
Ukuran |
: |
15.5 x 23 |
|
Tebal |
: |
120 Halaman |
|
Kertas |
: |
HVS |